Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

Bolehkah Shalat Jenazah di atas Kuburan ?

shalat jenazah
Banyak orang yang ingin mengerjakan shalat jenazah. Apalagi jika yang meninggal adalah seorang ulama. Tidak jarang, shalat jenazah sampai dilakukan berulang-ulang. Bahkan dilakukan diatas kuburan, yakni shalat dilakukan setelah mayyit disemayamkan dalam kuburannya.

Menanggapi hal ini, ulama syafi'iyyah mengatakan boleh. Hal ini didasari pada hadits Nabi SAW :

"Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit RA, beliau berkata, "Kami pernah keluar bersama Nabi SAW. Ketika kami sampai di Baqi', ternyata ada kuburan baru. Lalu beliau bertanya tentang kuburan itu. Sahabat menjawab, yang meninggal adalah seorang perempuan. Dan ternyata beliau mengenalnya. Kemudian beliau bersabda, "Kenapa kalian tidak memberitahu aku hal kematiannya?" Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, anda (waktu itu) sedang tidur Qailulah (tidur sebentar sebelum waktu zhuhur) dan berpuasa. Maka kami tidak ingin mengganggumu". Rasulullah SAW menjawab, "Jangan begitu, seseorang tidak akan mati diantara kalian selama aku berada ditengah-tengah kalian, kecuali kalian mengabarkannya padaku. Karena shalatku merupakan rahmat baginya". Lalu, beliau mendatangi kuburan itu dan kami pun berbaris dibelakang beliau. Kemudian beliau bertakbir empat kali (shalat jenazah) untuknya".
(Musnad Ahmad bin Hanbal, [18633])

Ada dua hal yang bisa dipetik dari hadist ini. Pertama, kebolehan melakukan shalat jenazah lebih dari satu kali. Ini bisa dilihat, bahwa sahabat juga shalat jenazah bersama Nabi SAW. Padahal, dipastikan, sahabat sudah melakukan shalat untuk perempuan itu sebelumnya. Kedua, mengerjakan shalat diatas kuburan adalah boleh. Al-Shan'ani mengatakan :

"Hadist ini secara mutlak menunjukan sahnya shalat jenazah setelah dikuburkan, baik sebelum dikuburkan sudah dishalati atau belum". 
(Subul al-Salam, juz II, hal 100)

Dengan begitu, shalat jenazah diatas kuburan hukumnya boleh-boleh saja. Dan itu bisa menggugurkan kefardhuan shalat tersebut.

Hukum Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

maulid nabi SAW
Ketika menghadapi bulan Rabi'ul Awal, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah. Pembacaan shalawat, barzanji dan pengajian-pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW menghiasi bulan-bulan itu. Sebenarnya,bagaimana hukum merayakan maulid Nabi Muhammad SAW ?.

Sekitar lima abad yang lalu, pertanyaan seperti itu juga muncul. Dan Imam Jalaluddin al-Suyuthi (849 H - 911 H) menjawab bahwa perayaan Nabi SAW boleh dilakukan. Sebagaimana dituturkan dalam al-Hawi Li al-Fatawi :

"Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan maulid Nabi SAW pada bulan Rabi'ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara'. Apakah terpuji ataukah tercela ? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak ? Beliau menjawab, "Jawabannya menurut saya bahwa asal perayaan Maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur'an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid'ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad yang mulia". (Al-Hawi al-Fatawi, juz I, hal 251-252)

Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugrah dari tuhan . Sebagaimana firman Allah SWT :


قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
"Katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian". 
(QS. Yunus, 58)


Ayat ini, jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah SWT. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah rahmat atau anugrah Tuhan kepada manusia yang tiada taranya. Sebagaimana firman Allah SWT :


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ  

"Dan kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam". 
(QS. al-Anbiya, 107)

Sesungguhnya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :

"Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa Senin, maka beliau menjawab "Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku". 
(Shahih Muslim [1977])

Betapa Rasulullah begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.

Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid)Nabi Muhammad SAW termasuk sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik barzanji dan Diba', sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari'at Islam. Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki mengatakan :

"Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandungbanyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (didalamnya). ebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara' secara parsial (bagian-bagiannya)....... Sesungguhnya perkumpulan ini merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh terlewatkan. Bahkan menjadi kewajiban para da'i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah Nabi Muhammad SAW. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala' (ujian), bid'ah, kejahatan dan berbagai fitnah". 
(Mafahim Yajiban Tushahhah, 224-226)

Hal ini diakui oleh Ibn Taimiyyah :

"Ibn Taimiyyah berkata, "Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW akan diberikan pahala. Demikian pula yang dilakukan sebagian orang, adakalanya bertujuan meniru dikalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS, dan adakalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid'ah yang mereka lakukan". (Manhaj al-Salaf fi Fahm al Nushush Bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, 399)

Maka sudah sewajarnya kalau umat Islam mereyakan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi SAW. Dan juga karena isi perbuatan tersebut secara satu persatu, yakni membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi SAW, sedekah, dan lain sebagainya merupakan amalan yang memang dianjurkan dalam syari'at Islam.

Hukum Pengobatan Alternatif Menggunakan Do'a dalam Islam

pengobatan-doa
Pengobatan alternatif merupakan salah satu pilihan yang mampu menyembuhkan penyakit berat. Bahkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan pertolongan medis suatu ketika dapat disembuhkan dengan pertolongan alternatif. Selain murah, pengobatan ini ada yang menggunakan jamu-jamu tradisional, ada pula dengan menggunakan do'a-do'a melalui jalan supranatural. Kalau menggunakan jamu-jamu tentu tidak ada masalah. Yang menjadi pertanyaan adalah apabila menggunakan do'a-do'a. Apakah hal itu dapat dibenarkan ? Dan bolehkah memasang tarif sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikan ?.

Berobat dari sakit merupakan anjuran agama. Karena hal ini merupakan salah satu ikhtiar untuk mencapai kesembuhan. Salah satu bentuk pengobatan itu menggunakan do'a-do'a, yang dalam bahasa Arab disebut dengan Ruqyah. Hal ini boleh karena Rasulullah SAW sendiri pernah mengajarkan bermacam-macam do'a untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Diantaranya adalah :

"Dari Masruq, dari A'isyah, bahwa Nabi SAW mengobati sebagian keluarganya. Beliau mengusap dengan tangannya yang kanan seraya berdo'a (yang artinya). "Yaa Allah SWT Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit dan sembuhkanlah dia, karena Engkau adalah Dzat yang dapat menyembuhkan, tidak ada kesembuhan yang tidak akan berlanjut dengan kekambuhan". 
(Shahih al-Bukhari,[5302])


Dalam hadits yang lain dijelaskan :

"Dari Ustman bin Abi al-Ash bahwa beliau mengadu kepada Nabi SAW tentang penyakit yag ia derita sejak masuk Islam. Nabi SAW kemudia bersabda "Letakkan tanganmu dianggota badanmu yang sakit. Lalu bacalah basmalah tiga kali, dan bacalah (Aku berlindung kepada ALlah SWT dari keburukan apa yang aku rasakan dan aku takutkan) sebanyak tujuh kali".
(Shahih Muslim [4082])


Atas dasar hadits ini para ulama sepakat bahwa pengobatan dengan menggunakan do'a-do'a itu dibenarkan.Sayyid Muhammad 'Alawi al-Maliki menyatakan dalam sebuah kitabnya :

"Ibn al-Hajj berkata "Tidak apa-apa berobat menggunakan lembaranyang ditulisi suratatau ayat al-Qur'an, lalu dicelupkan kedalam air yang bersih. Kemudian diminumkan kepada orang sakit. Dengan izin Allah, si sakit tersebut akan menjadi sembuh". 
(Abwab al-Faraj, 45)


Tentang ongkos yang diterima, juga dibolehkan. Berdasarkan hadits Nabi SAW :

"Dari Abu Sa'id al-Khudri RA, beliau berkata, "Suatu ketikaRasulullah SAW mengutus kami sebanyak tiga puluh rombongan berkuda, untuk pergi ke sebuah daerah, lalu kami mampir disebuah pemukiman kaum Arab. Kami meminta agar mereka mau menjamu rombongan kami, namun mereka menolaknya. Setelah itu, kepala suku mereka disengat kalajengking,. Salah seorang dari mereka datang kepada kami dan berkata, "Apakah kalian punya do'a-do'a yang dapat digunakan untuk menyembuhkan sengatan kalajengking ?". Saya menjawab, "Ya saya bisa, tapi saya tidak akan mengobati pemimpinmu itu kalau kamu tidak memberi imbalan kepada kami". Mereka menjawab, "Baiklah kami akan memberikan upah sebanyak tiga puluh kambing". Abu Sa'id al-Khudri melanjutkan ceritanya, "Setelah itu aku membacakan surat al-Fatihah sebanyak tujuuh kali (setelah sang pemimpin sembuh) kami menerima tiga puluh kambing itu, kemudian kami ragu, lalu mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan kejadian tersebut. Setelah itu Rasulullah bersabda, "Tahukah kamu bahwa surat al-Fatihah itu merupakan do'a yang telah kamu dgunakan. Bagi-bagikanlah kambing itu dan berilah aku bagian".
(Musnad Ahmad [10648])

Dari beberapa penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan do'a-do'a dibenarkan. Dan mengambil ongkos dari pengobatan itu juga diperbolehkan.

Hukum Mencium Tangan Ulama dan Guru Dalam Islam

mencium-tangan
Guru dan para ulama, begitu juga orang tua, merupakan orang yang harus dihormati, sebab mereka mempunyai jasa yang sangat besar terhadap kemajuan umat. Ditangan merekalah tercipta calon-calon pemimpin masa depan. Karena itu, seorang muridkhususnya, mempunyai kewajiban untuk menghormati gurunya. Salah satu bentuk penghormatan yang sering dilakukan adalah dengan mencium tangan mereka ketika berjabat tangan. Bagaimanakah hal ini sebenarnya ? Apakah diperbolehkan oleh agama ?.

Mencium tangan para ulama merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan agama. Karena perbuatan itu merupakan salah satubentuk penghormatan kepada mereka. Dalam sebuah hadist dijelaskan :

"Dari Zari' RA. -ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais - beliau berkata, "Kemudian kami bersegera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi SAW". 
(Sunan Abi Dawud [4548])

Atas dasar hadist ini, para ulama mensunnahkan mencium tangan guru, ulama, orang shalih serta orang-orang yang kita hormati. Imam Nawawi menyatakan dalam salah satu kitab karangannya :

"Disunnahkan mencium tangan orang-orang shalih dan ulama-ulama yang utama. Namun mencium tangan selain orang-orang itu hukumnya makruh".
(Fatawi al-Imam al-Nawawi, 79)

Ketika menjelaskan perkataan Imam Nawawi ini, Syaikh Muhammad al-Hajjar dalam ta'liq (komentar) kitab Fatawi al-Imam al-Nawawi menyatakan :

"Mencium tangan orang lain, bila dilakukan karena orang tersebut zuhud, shalih, berilmu, mempunyai kemuliaan, serta bisa menjaga diri, atau perkara yang semisal yang berkaitan dengan masalah agama, maka perbuatan itu tidak dimakruhkan, bahkan termasuk perbuatan sunnah. Tapi jika dilakukan karena orang tersebut memiliki kekayaan, karena dunianya, pengaruhnyaserta kekuatannya di hadapan ahli dunia, serta perbuatan lain yang serupa, maka hukumnya makruh, dengan kemakruhan yang sangat besar". 
(Fatawi al-Imam al-Nawawi, 80)

Selanjutnya, DR. Ahmad al-Syarbashi dalam kitab Yas'alunaka Fi al-Din wa al-Hayah menyimpulkan :

"Dari sini dapat kami lihat, bahwa apabila mengecup tangan itu dimaksudkan dengan tujuan yang baik, maka (perbuatan itu) menjadi baik. Inilah hukum asal dalam masalah mencium tangan ini. Namun bila perbuatan itu digunakan untuk kepentingan dan tujuan yang jelek, maka termasuk perbuatan yang terhina. Sebagaimana halnya setiap perbuatan baik yang diselewengkan untuk kepentingan yang tidak dibenarkan".
(Yas'alunaka fi al-Din al-Hayah, juz II, hal 642)

Lalu apakah manfaatnya ? Kata Prof. DR. Sarlito W. Sarwono, psikolog dan guru besar Universitas Indonesia, berdasarkan eksperimen Ivan Patrovich Pavlov (1849-1936), yang kemudian melahirkan teori Behaviorisme, setiap lembaga pendidikan seperti pesantren, yang membiasakan muridnya mencium tangan pengasuh atau gurunya, maka akan menimbulkan rasa cinta dan patuh pada guru tersebut yang pada gilirannya akan lebih mudah diatur sehingga mewujudkan kedisiplinan dan kepatuhan dalam mengerjakan tugas dan aturan pada lembaga tersebut. Hal ini tentu sangat dibutuhkan untuk keberhasilan sebuah pendidikan (Wawancara dengan Prof. DR Sarlito W. Sarwono pada tanggal 12-05-2005, jam 18.00 WIB)

Dari sini maka dapat disimpulkan bahwa mencium tangan ulama atau orang dihormati memang diperbolehkan dalam agama Islam, dan itu memang disunnahkan.

Bagaimana Hukumnya Menyanyi dan Memainkan Alat Musik Serta Menari Menurut Ajaran Islam

Alat-hadrah
Musik sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Hampir tidak ada ruang yang steril dari musik. Bahkan dalam membudayakan shalawat Nabi, Akhir-akhir ini blantika musik Indonesia diwarnai dengan maraknya alunan cinta Rasul. Termasuk didalamnya kesenian hadrah yang mulai merambah pasaran luas.

Salah satu karakter manusia adalah senang terhadap keindahan (seni). Yaitu pesona alam yang sejuk dipandang mata (seni rupa) serta alunan alam yang asyik dinikmati telingan (seni suara). Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, Nabi SAW disambut meriah dengan nasyid (syair) Thala'a al-badru'alaina... yang disertai dengan tabuhan rebana.

Begitu juga dengan nyanyian (nasyid), sebab menyanyi itu merupakan fitrah manusia yang senang dengan keindahan. Lagu tersebut dilantunkan untuk menghiasi hati manusia agar terhibur dengan menikmati serta menghayati tiap bait syair yang dilantunkan dengan suara yang merdu. Untaian alunan lagu tersebut diharapkan hati seseorang akan tergerak untuk merasakan keindahan ciptaan Allah SWT, sekaligus mengakui kekuasaanNya. Karena itulah imam al-Ghazali menyatakan:

"Siapa saja yang hatinya tidak tergerak oleh sebuah lagu, maka orang tersebut kurang sempurna akalnya, tidak seimbang dan tidak punya spiritualitas"
  (Mukhtashar Ihya' Ulum al-Din, 116)


Mengenai hukum menyanyi imam al-Ghazali menyatakan :

"Yang kelima adalah menyanyi pada saat-asat yang menggembirakan untuk menampakkan rasa bahagia serta suasana meriah. Hal itu hukumnya tidak dilarang jika dilaksanakan pada perayaan yang dibolehkan. Seperti menyanyi pada hari raya, perayaan pernikahan, ketika ada orang datang dari tempat jauh, walimah, aqiqah, ketika anak baru dilahirkan, acara khitanan, dan perayaan sebab berhasil menghafal al-Qur'an. Dalam semua acara itu dibolehkan untuk menampakkan kegembiraan............ Kebolehan ini berdasarkan acara yang dibuat oleh para wanita di atas loteng dengan menabuh rebana dan melantunkan lagu-lagu ketika menyambut kedatangan Rasulullah SAW.

Telah datang bulan prnama pada kami
Dari lembah Tsanayah al-Wada'
Maka wajiblah bagi kami untuk bersyukur
Selama orang-orang itu selalu mengajak kepada Allah"
(Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 277)


Berdasarkan peristiwa penyambutan ketika Nabi SAW hijrah ini, menyanyi dibolehkan oleh Islam. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Sayyidah A'isyah RA :

"Dari A'isyah RA, "Rasulullah SAW masuk menemuiku sedangkan disampingku ada dua budak yang menyenandungkan lagu perang Bu'ats (nama benteng kaum Aws)". 
(Shahih al-Bukhari [2691])

Bagaimana kaitannya dengan memainkan alat musik? jika melihat apa yang pernah dilakukan oleh sahabat Anshar ketika menyambut kedatangan Rasulullah SAW pada saat hijrah, maka memainkan alat musik ialah dibolehkan, sebab ketika itu Rasulullah SAW tidak melarangnya. Hal ini juga diperkuat oleh Hadist A'isyah RA.

"Dari A'isyah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Umumkanlah pernikahan ini, dan lakukan itu di Masjid. Lalu ramaikanlah dengan tabuhan rebana". 
(Sunan al-Tarmidzi [1009])

Namun kebolehan itu bukan sesuatu yang mutlak, sebab menyanyi dan memainkan alat musik diperbolehkan dengan beberapa catatan. Misalnya alat musik yang digunakan adalah alat-alat yang diperkenankan oleh syara'. Seperti rebana, gendang dan yang lainnya. Imam Ghazali menetapkan lima syarat bagi lagu dan alat musik yang boleh dinikmati. Pertama, penyanyinya bukan wanita yang haram dilihat dan jika mendengarkan suaranya bisa menimbulkan syahwat . Kedua, alat musik yang dipakai bukan terdiri dari alat yang dilarang oleh syara'. Ketiga, lirik lagunya tidak mengandung kata-kata yang jorok, erotis, ejekan dan pengingkaran kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Keempat, yang mendengarkan lagu tidak lantas dikuasai syahwat lantaran mendengarkan lagu tersebut. Kelima, orang yang mendengarkan lagu tersebut harus orang yang memungkinkan cintanya bertambah kepada Allah SWT karena terinspirasi oleh lagu yang dinikmatinya. (Ihya' "Ulumi al-Din, juz II, hlm. 281-283)

Lalu bagaimana dengan menari (roddat) atau zafin?

Dalam al-Qur'an Allah SWT berfirman :

ارْكُضْ بِرِجْلِكَ

"Hentakkan kakimu ke bumi" (QS. Shad, 42)


Ayat ini oleh sebagaian ulama dijadikan dasar atas kebolehan menari. Sebab, menari jugamenghentakkan kaki ke bumi. Tentu, kebolehkan tersebut tidaklah mutlak. Tarian yang disahkan syara' adalah tarian yang tidak diselenggarakan untuk acara-acara yang diharamkan agama. Disamping itu juga tarian tersebut harus beretika. Dalam artian, gerakan yang dilakukan tidak erotis (membangkitkan syahwat) dan tidak menyerupai lain jenis. Imam Ghazali mengatakan :

"Zafin dan hajal (permainan dengan melompat) itu adalah termasuk menari yang biasanya diadakan untuk memeriahkan perayaan atau untuk bernostalgia. Jika tarian itu dilakukan untuk memeriahkan acara yang baik (acara yang tidak bercampur dengan perbuatan haram, seperti membuka aurat, ikhtilath (bercampur) antara laki-laki dan perempuan, dst...) tentu tarian itu baik pula. Begitu juga bila dilaksanakan dalam acara yang diperbolehkan, maka hukumnya mubah (boleh). Dan apabila didalamnya terdapat hal yang tercela menurut agama, maka menari itu tercela juga".
(Ihya' 'Ulum al-Din, juz II, hal 304)

Lebih lanjut Imam al-Ghazali menyatakan :

"Sesungguhnya menari itu boleh bagi orang kebanyakan dan makruh bagi para tokoh
(Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 277)

Dalam konteks ini pula Syaikh Shalih bin Ahmad al-Ghazali menyatakan :

"Sesungguhnya orang-orang Habasyah menari dengan tombak-tombak dan perisai mereka. Dan Nabi SAW sungguh telah menyaksikan mereka dan beliau tidak mengingkarinya (membiarkan mereka). Bahkan beliau menegur 'Umar tatkala dia mengingkari perbuatan mereka". (Hukm Mumarasah al-Fann, 245)

Kebolehan ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh A'isyah RA :

"Dari A'isyah RA, pada suatu hari raya orang-orang habasyah memain-mainkan perisai dan tombak mereka (sehingga membentuk tarian). Saya meminta izin kepada Rasulullah SAW (untuk melihatnya), dan Rasulullah SAW bersabda, "Apakah kamu suka melihatnya?" Saya menjawab, "Ya". Kemudian Rasulullah SAW menarikku kebelakangnya sehingga kami saling berdekatan. Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Teruskanlah, Wahai Bani Arfidah". Ketika aku mulai merasa bosan, Rasulullah SAW bertanya, "Sudah cukup?" Aku menjawab "Ya". Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Kalau begitu pergilah".
(Shahih Bukhari, [897])


Berdasarkan beberapa dalil ini, maka selama tidak mengandung unsur kemaksiatan memainkan alat musik dan bernyanyi diperbolehkan dalam agama, termasuk didalamnya adalah kesenian Hadrah, rodat dan lain sebagainya.

Pengertian Sesungguhnya Tentang Bid'ah Menurut Para Ulama

bid'ah-sunnah
Apakah sebetulnya bid'ah itu ? Dan apakah memang benar bid'ah itu selalu berkonotasi negatif, sehingga harus dihilangkan dari muka bumi ini ?. Belakangan, begitu gencar tudingan di Medsos (media sosial) seperti facebook, twitter atau yang lainnya pada seseorang atau kelompok tertentu. Yang satu menyatakan kelompok yang tidak sepaham dengannya melakukan bid'ah, sehingga mereka tersesak dan "berhak" masuk neraka. Sementara yang lainnya juga menuding kelompok lain mengembangkan bid'ah. Saling tuding inilah yang menyebabkan perpecahan dikalangan umat Islam.

Menurut al-Imam Abu Muhammad Izzuddin bin Abdisallam, Bid'ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernal dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah SAW.

Sebagian besar Ulama membagi Bid'ah menjadi 5 macam :

1. Bid'ah Wajibah, yakni bid'ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara', seperti mempelajari ilmu Nahwu, Syaraf, Balaghah dan lain-lain. Sebab, hanya dengan ilmu-ilmu inilah seseorang dapat memahami al-Qur'an dan hadist Nabi Muhammad SAW secara sempurna.

2. Bid'ah Muharramah, yakni bid'ah yang bertentangan dengan syara'. Seperti madzhab Jabariyyah dan Murji'ah.

3. Bid'ah Mandubah, yakni segala sesuatu yang baik, tapi yang tak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, shalat tarawih secara berjamaah, mendirikan madrasah atau pasantren.

4. Bid'ah Makruhah, menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan.

5. Bid'ah Mubahah, seperti berjabatan tangan setelah shalat, dan makan makanan yang lezat.


Maka tidak heran sejak dahulu para ulama telah membagi bid'ah menjadi dua bagian besar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syafi'i RA yang dikutip dalam kitab Fath al-Bari :

"Sesuatu yang diada-adakan itu ada dua macam. (Pertama), sesuatu yang baru itu menyalahi al-Qur'an, sunah Nabi SAW, Atsar sahabat atau Ijma' ulama. Ini disebut dengan bid'ah Dhalal (sesat). Dan (Kedua, jika) sesuatu yang baru tersebut termasuk kebajikan yang tidak menyalahi sedikitpun dari hal itu (al-Qur'an, al-Sunnah dan Ijma'). Maka perbuatan tersebut tergolong baru yang tidak tercela".

Syaikh Nabil Husaini menjelaskan sebagai berikut :

"Para ahli ilmu telah mebahas persoalan ini kemudian membaginya menjadi dua bagian. Yakni bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah. Yang dimaksud dengan bid'ah hasanah adalah perbuatan yang sesuai kepada kitab Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Keberadaan bid'ah hasanah ini masuk dalam bingkai sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, "Siapa saja yang membuat sunnah yang baik (sunnah hasanah) dalam agama Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut serta pahala dari orang-orang yang mengamalkannya setelah itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barang siapa yang merintis sunnah jelek (sunnah sayyi'ah), maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan itu dan dosa-dosa orang setelahnya yang meniru perbuatan tersebut, tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka". Dan juga berdasarkan hadist shahih yang mauquf, yakni ucapan Abdullah bin Mas'ud RA, "Setiap sesuatu yang dianggap baik oleh semua muslim, maka perbuatan tersebut baik menurut Allah SWT, dan semua perkara yang dianggap buruk orang-orang Islam, maka menurut Allah perbuatan itu juga buruk". Hadist ini dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Amali" (al-Bid'ah al-Hasanah, wa Ashluha min al-Kitab wa al-Sunnah, 28)


Dari sini dapat diketahui bahwa bid'ah terbagi menjadi dua. Pertama, Bid'ah hasanah, yakni bid'ah yang tidak dilarang dalam agama karena mengandung unsur yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Masuk dalam kategori ini adalah bid'ah wajibah, mandubah dan mubahah. Dalam konteks inilah perkataan Sayyidina Umar bin Khatthab RA tentang jamaah shalat tarawih yang beliau laksanakan :

"Sebaik-baik bid'ah adalah ini (yakni shalat tarawih dengan berjamaah)". (Al-Muwaththa' [231])


Contoh bid'ah hasanah adalah khutbah yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, membuka suatu acara dimulai dengan membaca basmalah dibawah seorang komando, memberi nama pengajian dengan istilah kuliah subuh, pengajian ahad pagi atau titian senja, menambah bacaan subhanahu wa ta'ala (yang diringkas menjadi SWT) setiap ada kalimat Allah, dan shallallahu alaihi wasallam (yang diringkas SAW) setiap ada kata Muhammad. Serta perbuatan lainnya yang belum pernah ada pada masa Rasulullah SAW, namun tidak bertentangan dengan inti ajaran agama Islam.

Kedua, bid'ah sayyi'ah (dhalalah), yaitu bid'ah yang mengandungunsur negatif dan dapat merusak ajaran dan norma agama Islam. Bid'ah muharramah dan makruhah dapat digolongkan pada bagian yang kedua ini. Inilah yang dimaksud oleh sabda Nabi Muhammad SAW :

"Dari A'isyah RA, ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak". (Shahih Muslim,[243])


Dengan adanya pembagian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak semua bid'ah itu dilarang dalam agama. Sebab yang tidak diperkenankan adalah perbuatan yang dikhawatirkan akan menghancurkan sendi-sendi agama Islam. Sedangkan amaliyah yang akan menambah syi'ar dan daya tarik agama Islam tidak dilarang. Bahkan untuk saat ini sudah waktunya umat Islam lebih kreatif untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan zaman yang makin komplek, sehingga agama Islam akan selalu relevan disetiap waktu dan tempat.

Hukum Membuat Jamaah Kedua Dalam Satu Masjid Setelah Jamaah Pertama Selesai

Bagi makmum yang tidak sempat mengikuti shalat jamaah pertama disunatkan membuat jamaah baru. Hal ini didasarkan kepada hadist Sayyidina Abu Sa'id al-Khudri r.a. yang mengatakan "Seseorang datang untuk shalat berjamaah, sementara itu Rosulullah saw. telah menyelesaikan shalatnya. Beliau saw. bersabda, "Adakah seseorang diantara kalian yang mau bersedekah kepada orang lain ini?. Jika ada, silahkan shalat bersamanya!", Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. berdiri, lalu shalat bersamanya, padahal ia telah shalat bersama Rosulullah saw.

shalat berjamaah
Dari hadist ini dapat ditarik dua faedah, Pertama, sunatnya membuat jamaah kedua bagi orang yang tidak sempat melakukannya dengan jamaah pertama. Kedua, bolehnya seseorang yang melakukan shalat tambahan di belakang orang yang melakukan shalat fardhu.

Disamping hadist tersebut, masih banyak atsar sahabat yang mengisyaratkan disunatkannya menbuat jamaah kedua dalam satu masjid. Antara lain diriwayatkan dari Abu Utsman al-Yasykuri, "Anas bin Malik r.a. bertemu dengan kami di masjid Bani Tsa'labah. Ia berkata, Apakah kalian telah shalat?' Kami menjawab, Ya.' Lalu, ia menyuruh seseorang untuk azan dan iqamah, kemudian melakukan shalat bersama teman-temannya.".

Ibn Abi Syaibah r.a. dalam al-Mushannaf mengatakan, "Ishaq al-azraq meriwayatkan dari Abdulmalik bin Abi Sulaiman, dari Salamah bin Kuhail, Bahwa Sayyidina Abdullah bin Mas'ud r.a. masuk masjid, sementara itu para sahabat lainnya telah melakukan shalat. Akhirnya, ia berjamaah dengan Alqamah, Masruq dan al-Aswad".

Dengan hadist dan atsar tersebut jelaslah bahwa membuat jamaah kedua bagi mereka yang tidak sempat mengikuti jamaah pertama didalam suatu masjid itu disunatkan, tanpa diragukan lagi dan tidak perlu diperdebatkan lagi.


Sumber : Buku Shalat Seperti Nabi Saw | Hassan bin Ali as-Saggaf

Benarkah Banyak Bergerak Dalam Shalat Dapat Membatalkannya ?

Setiap orang yang mendirikan shalat harus menjaga kekhusyukannya, Khusyuk dapat diartikan suatu kondisi psikologis yang menuntut badan untuk tidak banyak bergerak.Terkadang khusyuk itu merupakan perbuatan hati seperti rasa takut. Hal itu sejalan dengan maksud ibadah.

Jika seseorang banyak bergerak dalam shalatnya, apalagi menggaruk atau berdehem, maka shalatnya batal. Bukankah berdehem sebetulnya tidak boleh didalam shalat karena tidak ada hadist yang membolehkan itu. Jika ada yang berdehem, seraya berucap "Ehm" atau "Eh", keluar dari mulutnya dua huruf, maka batallah shalatnya. Kecuali jika hal seperti itu terjadi karena kebetulan dan tidak disengaja atau karena lupa. Manusia lebih mengetahui dirinya meskipun ia melemparkan macam-macam alasan (QS 75: 14-15).

Shalat Khusyuk

Berkenaan dengan masalah tersebut, para ulama telah mengemukakan pendapatnya.Imam an-Nawawi mengatakan "Adapun tertawa, menangis, mengaduh, meniup dan yang sepertinya, jika keluar dari perbuatan itu dua huruf, maka batallah shalatnya. Jika tidak, maka tidak batal. Sama saja, apakah ia menangis karena memikirkan keduniaan atau menangis karena memikirkan keakhiratan". 

Demikian pula berdehem. Menurut pendapat kebanyakan ulama, jika sampai mengeluarkan dua huruf maka batallah shalatnya.

Setiap orang yang mendirikan shalat hendaklah berhati-hati dari hal-hal seperti itu. Ia harus berusaha melahirkan kekhusyukan dalam shalatnya. Dengan berbuat demikian, ia akan mendapatkan keuntungan yang besar, seperti yang diisyaratkan Alquran yang mulia : "Sesungguhnya beruntung orang-orang Mukmin, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya (QS 23:1-2). Hendaklah setiap Muslim meningkatkan ketakwaannya kepada Allah dan memperbaiki shalatnya.

Cara Berwudhu yang Sempurna, Sah dan Lengkap

Menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih dan Indah. sedangkan menurut istilah (syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah.

Sebelum Niat Wudhu baca :


اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ – بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ


Bacaan Niat Wudhu :


نَوَيْتُ الْوُضُوْءَلِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَرِفَرْضًالِلّٰهِ تَعَالٰى

"Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah."


Do'a Sesudah Wudhu :


اَشْهَدُ اَنْ لَااِلٰهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهٗ وَاَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ، اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ 

مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، وَجْعَلْنَيْ مِنَ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ 

وَبِحَمْدِكَ اشْهَدُاَنْ لَااِلٰهَ اِلَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ


"Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah yang Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku orang yang ahli taubat, dan jadikanlah aku orang yang suci dan jadikanlah aku dari golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh."


Fardhu (rukun) wudhu ada 6 (enam) :
Cara Berwudhu yang Sempurna 
  1. Niat. Artinya menyengaja sesuatu yang bersamaan dengan pekerjaan. Jadi orang yang berwudhu harus berniat menghilangkan hadast atau niat bersuci dari hadast atau bersuci mengerjakan shalat. Hukumnya wajib membersamakan niat dengan membasuh permulaan bagian wajah.
  2. Membasuh muka(wajah). Batasan wajah yang wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuhnya rambut kepala sebelah atas hingga kedua tulang dagu sebelah bawah dan antara telinga kanan sampai telinga kiri.
  3. Membasuh dua tangan, mulai dari telapak tangan dan lengaj sampai dengan dua siku.
  4. Mengusap sebagian kepala, baik itu berupa kulit atau rambut yang ada dalam batas kepala.
  5. Membasuh dua kaki beserta dua mata kaki.
  6. Tertib, maksudnya mendahulukan rukun yang seharusnya didahulukan dan mengakhirinya yang terakhir.

Sunat-sunat dalam berwudhu
  1. Berturut-turut artinya membasuh anggota kedua sebelum anggota pertama kering
  2. Membaca basmalah pada permulaan wudhu ketika membasuh dua telapak tangan.
  3. Membasuh dua telapak tangan
  4. Madlmadlah atau berkumur-kumur
  5. Istinsyaq atau menghisap air ke hidung
  6. Mubalaghah (bersungguh-sungguh) ketika madlmadlah dan istinsyaq.
  7. Mengumpulkan madlmadlah dan istinsyaq dengan tiga ciduk air.
  8. Menyemprotkan/mengeluarkan air setelah madlmadlah dan istinsyaq.
  9. Mengusap seluruh kepala.
  10. Mengusap dua telinga. Bagian luar dan dalam dengan memakai air yang baru. Caranya yaitu dua jari telunjuk di masukkan dalam lubang telinga lalu diputar pada bagian lipatannya, sedangkan ibu jarinya digerakkan untuk meratakan telinga bagian luar. Kemudian kedua telapak tangan dibasahi air terus dipertemukan dengan kedua tangan secara jelas.
  11. Memasukkan air ke sela-sela rambut yang tebal seperti rambut jenggot, godek dan rambut yang keluar dari wajah.
  12. Menyilang-nyilangi jari kedua tangan dengan cara berpanca (ngapurancang: jawa) dan menyilang-nyilangi jari kaki dengan kelingking tangan kiri, dimulai dari kelingking kaki kanan dan diakhiri pada kelingking kaki kiri.
  13. Membasuh tiap anggota wudhu, basuh kedua dan ketiga kali.
  14. Tayamun atau mendahulukan anggota kanan dari ada anggota yang kiri. Begitu juga setiap pekerjaan yang baik seperti memakai pakaian, mandi dan sebagainya disunatkan tayamun.
  15. Menghadap kiblat.
  16. Duduk ditempat yang tidak terkena percikan air.
  17. Meletakkan bejana(wadah) yang besar disebelah kanan, sedang yang kecil diletakkan disebelah kiri.
  18. Tidak meminta pertolongan orang lain dalam menuangkan air karena hal tersebut dianggap bersenang-senang yang tidak patut bagi orang yang beribadah, kecuali ada udzur.
  19. Mulai membasuh muka dari bagian atas dan dua tangan dan kaki memulainya dari jari-jarinya, sedang kepala dari bagian muka.
  20. Tidak mengibas-ingibaskan air yang ada pada anggota wudhu.
  21. Tidak menyekat (mengeringkan) air dengan handuk kecuali ada hajat seperti dingin.
  22. Berdoa setelah wudhu.
  23. Bersiwak.
  24. Menggosokkan anggota tubuh agar lebih bersih.
  25. Memebihi batas basuhan wajah dan kaki.

Makruh-makruhnya dalam berwudhu :
  1. Berlebihan menggunakan air
  2. Menambah basuhan lebih tiga kali dan mengurangi tiga kali hanya dua kali saja.
  3. Bersiwak setelah zawal (matahari condong) bagi orang yang berpuasa.
  4. Wudhu ditempat air yang berhenti tidak mengalir bagi orang yang junub

Hal -hal yang membatalkan wudhu :
  1. Keluarnya sesuatu dari farji, baik itu dubur (jalan belakang) atau qubul (jalan muka) atau keluarnya dari lubang dibawah perut sedangkan farjinya buntu. Dan sesuatu yang keluar itu selain mani, kalau mani tidak membatalkan wudhu.
  2. Hilangnya akal disebabkan gila, pingsan, tidur dan mabuk. sedangkan orang yang tidur dengan menetapkan pantatnya tidak membatalkan wudhu.
  3. Menyentuh farji manusia atau tempat terpotongnya farji dengan telapak tangan, baik farjinya sendiri atau farjinya orang lain, sengaja ataupun lupa, qubul ataupun dubur, farjinya orang dewasa atau anak-anak, farji yang cacat atau tidak dan baik farji itu lekat pada orangnya ataupun yang terpisah selagi masih bernama farji.
  4. Bersentuhnya kulit laki-laki dan kulit perempuan, keadaan keduanya sudah sampai umur dewasa dalam arti sudah sampai batas syahwat dan bukan mahram sebab keturunan, pertalian persusuan ataupun mahram sebab tali perkawinan.

Cara Melaksanakan Shalat Ghaib yang Benar dan Sah

Shalat Ghaib
Shalat ghaib adalah shalat atas mayit yang jauh dari tempatnya mushalli. Apabila ada keluarga atau saudara kita muslim yang meninggal dunia jauh dari tempat kita, baik meninggalnya itu disebabkan suatu bencana, kecelakaan atau penyakit yang sedang menimpa sehingga menimbulkan banyak korban, maka disunatkan bagi kita untuk mendirikan shalat ghaib walaupun waktunya sudah lewat.

Dalil yang mengisyaratkan shalat ghaib adalah sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bahwasanya pada suatu hari, Nabi saw memberitahu para shahabat tentang kematian Najasyi. Lalu, Nabi saw mengajak para shahabat untuk bersholat atas Najasyi. Mereka shalat di belakang beliau.

Dari Ibnu Abbas ra, ia menyatakan bahwa Rasulallah saw lewat dekat sebuah kuburan yang baru semalam dikuburkan. Rasulallah saw bertanya: ”Kapan dikuburkan?”. Mereka menjawab: ”Tadi Malam”. Beliau bertanya lagi: ”Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?”. Mereka menjawab: ”Kami kuburkan ia tengah malam yang sangat gelap karena itu kami tidak mau membangunkan engkau”. Lalu Nabi berdiri, kami berbaris dibelakang beliau untuk shalat. Ibnu Abbas berkata:”Dan aku termasuk orang yang berbaris. Maka beliau shalat” (HR Bukhari Muslim)

Hadits-hadist  di atas merupakan hujjah yang disunatkan sholat ghaib ketika mendengar berita kematian seorang muslim yang lain.

Shalat ghaib hukumnya sah sebagaimana shalat jenazah. Bacaan dan segala caranya sama dengan shalat jenazah, hanya niatnya yang berbeda sebagaimana dibawah ini :

“Ushalli ‘alaa mayyiti (Fulanin) al ghaaibi arba’a takbiraatin fardlal kifaayati lillahi ta’alaa”

Artinya:

Saya niat shalat ghaib atas mayit (fulan) empat kali takbir fardhu kifayah karena Allah Ta'ala

Apabila dalam shalat ghaib si makmum tidak mengetahui siapa yang dishalati, berapa banyaknya, lelaki atau perempuan maka makmum niatnya seperti dibawah ini :

“Ushalli ‘alaa mayyiti mansolla'alihil imamu arba’a takbiraatin fardlal kifaayati lillahi ta’alaa”

Artinya:

Saya niat shalat atas mayit yang dishalati imam empat kali takbir fardhu kifayah karena Allah Ta'ala

Bolehkah Mengkafankan Mayat Dengan Kain Berwarna ?

kain-kafan
Dalam hal mengkafankan mayat/jenazah, Ibnu Abbas meriwayatkan sebagai berikut :
Bahwasannya Nabi Saw. Bersabda: Pakailah yang putih dari pakaian-pakaian kamu, karena ialah sebaik-baik pakaian kamu, dan kafankanlah orang-orang yang mati daripada kamu.

Jika kita hanya berpegang dengan riwayat diatas seakan-akan mengkafankan dengan kain berwarna putih adalah suatu kewajiban, tetapi pada riwayat lain dinyatakan:



حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَزَّازُ حَدَّثَنَا إِسْمَعيِلُ يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الْكَرِيمِ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَقِيلِ بْنِ مَعْقِلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ وَهْبٍ يَعْنِي ابْنَ مُنَبِّهٍ 

عَنْ جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تُوُفِّيَ أَحَدُكُمْ فَوَجَدَ شَيْئًا فَلْيُكَفَّنْ فِي ثَوْبٍ حِبَرَةٍ   


Artinya : Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ash Shabah Al Bazzaz, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abdul Karim, telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin 'Aqil bin Ma'qil dari ayahnya dari Wahb bin Munabbih dari Jabir ia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang diantara kalian meninggal dalam keadaan mempunyai sesuatu (harta) maka hendaknya ia dikafani dengan hibarah."

Yang dimaksud kain hibarah itu ialah kain berwarna yang biasa dipakai bahan pakaian wanita. Waaupun hadist diatas hanya merupakan hadist hasan, tetapi isinya mengisyaratkan bahwa mengkafan dengan kain berwarna adalah boleh.

Yang penting, Ketika mengkafankan mayat itu kita harus berpegang pada hadits dibawah ini.


حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ 

وَسَلَّمَ أَنَّهُ خَطَبَ يَوْمًا فَذَكَرَ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِهِ قُبِضَ فَكُفِّنَ فِي كَفَنٍ غَيْرِ طَائِلٍ وَقُبِرَ لَيْلًا فَزَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُقْبَرَ 

الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهِ إِلَّا أَنْ يَضْطَرَّ إِنْسَانٌ إِلَى ذَلِكَ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحْسِنْ كَفَنَهُ

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij dari Abu Az Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah, menceritakan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau berkhutbah pada suatu hari. Kemudian beliau ingat kepada salah seorang sahabatnya yang meninggal dan dikafani pada kafan yang tidak sempurna dan dikuburkan pada malam hari. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang dikubur pada malam hari hingga ia dishalatkan kecuali seseorang terpaksa melakukan hal tersebut. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, hendaknya ia mengkafani dengan baik."

Kesimpulan :
Kain berwarna (bukan putih) boleh dijadikan kafan. Mengkafan dengan kain putih hanya anjuran/sunnah. 
,

iQuran Pro - Kitab Suci Al Quran dengan Terjemahan dan Audio

iQuran Pro
iQuran Pro adalah Aplikasi berbasis android yang berguna bagi Muslim untuk mempermudah dalam mempelajari dan mendalami Kitab Suci Al Quran. Dalam Aplikasi ini kita dapat Membaca sekaligus Mengkaji arti dari setiap Lafadz Al Quran serta kita juga dapat mendengarkan secara lengkap Tartil Qiro'ah dari Beberapa Imam terkemuka di Arab. 

iQuran menyediakan ayat demi ayat pemutaran audio, warna Tajwid kode, fungsi ulangi, bookmark terbatas, pencarian, kontrol navigasi yang sangat baik, beberapa terjemahan dan reciters dan banyak lagi.

Pada dasarnya aplikasi iQuran Pro adalah produk berbayar yang menyediakan fitur yang sangat lengkap. Guideways sendiri sebagai pembuat iQuran juga mengeluarkan versi iQuran Lite yang bisa kita download di googleplay tetapi tidak selengkap apa yang disuguhkan iQuran Pro. 


Untuk membeli iQuran Pro masih harus menggunakan kartu kredit (belum bisa dengan kartu debet atau pulsa telepon), alih-alih ingin mendapatkan produk yang halal dari aplikasi yang merupakan kitab suci. Karena keterbatasan itu saya coba mendownload dari berbagai sumber, plus dengan audionya. Tentunya dengan versi Pro-nya. 


Disarankan untuk membeli aplikasi ini dengan jalur yang benar karena ini merupakan kitab suci, mudah-mudahan google sendiri mempermudah dalam pembelian iQuran Pro atau aplikasi-aplikasi lainnya yang bernuansa islami guna mendukung dan menghargai karya-karya seperti Guideways.


Untuk yang memiliki kesulitan dalam pembelian seperti saya, silahkan download pada link dibawah ini : 




Audio APK iQuran :

1. iQuran.zipx.001 (200MB)

9. iQuran.zipx.009 (79.5MB)



Cara menjalankan aplikasi iQuran Pro :
  • Download audio iQuran seluruhnya, extrak file tersebut menggunakan winzip ver.15.0 /keatas
  • Pasang aplikasi iQuran Pro yang telah di download melalui PC ke handphone/tablet dan simpan di SD card, kemudian install iQuran Pro di handphone/tablet.
  • download audio surat 1 al-Fatihah (untuk Pancingan)
  • masukkan fole audio hasil ekstrak ke dalam folder SDCard/iQuran/Audio/
  • Jalankan iQuran Pro 
Ingat.. beli yang berlabel resmi keluaran Guideways , ini hanya diperuntukan bagi yang tidak mempunyai fasilitas dalam pembelian aplikasi dari googleplay.

Hukum Membaca Isti'adzah Dalam Sholat

godaan-setan
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. membaca a'udzu billahis sami'il alim minasy-syaithanir rajim (Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk) setelah membaca do'a iftitah dan sebelum membaca al-Fatihah.

Allah SWT. berfirman :

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

 Apabila membaca Alquran, maka berlindungah kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk(QS 16:98).

Atas dasar itulah , maka disunahkan bagi orang yang melakukan sholat untuk membaca isti'adzah setelah do'a iftitah, yakni mengucapkan a'udzu billahi minasy-syaithanir rajim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Atau boleh juga membaca apa saja yang serupa dengan doa atau zikir tersebut.

Imam an-Nawawi--semoga Allah merahmatinya-- mengatakan bahwa makna  a'udzu billahi minasy-syaithanir rajim adalah : aku berlindung, bersandar, dan mohon penjagaan kepada Allah dari godaan dan gangguan setan.

Setan adalah setiap yang membangkang dan jahat. Ia disebut setan (syaithan), karena dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah; atau karena ia celaka dan terbakar. Ar-rajim artinya yang diusir dan dijauhkan dari rahmat dan kasih sayang Allah; atau juga yang dilempari dengan cahaya api. Demikian pendapat Imam an-Nawawi.

Keajaiban dan Keutamaan Air Zam Zam dibanding Air Lainya

air zamzam
Tradisi membawa air zamzam sudah menjadi suatu keharusan bagi para jamaah haji yang habis pergi ke tanah suci. Rasanya kurang afdol jika tidak membawa air zamzam ke kampung halaman. Seperti orang-orang terdahula dan tradsisi ini pun telah berjalan sejak masa Rosulullah saw.

Jumlah jamaah haji yang tercatat atau didokumentasikan pertama kali dimulai pada tahun 1927, yaitru sekitar 90.662 orang. Kini jamaah haji mencapai jutaan orang. Tidak dibayangkan, berapa juta galon air zamzam yang diangkut jamaah haji dari seluruh dunia. Sungguh suatu kebesaran Allah SWT, sumber mata air zamzam tidak pernah kering. Bahkan semakin melimpah dari tahun ke tahun. Ajaibnya lagi, meskipun berbulan-bulan disimpan, bau dan rasa air zamzam tidak pernah berubah.


Air Zamzam Mempunyai Efek Penyembuhan 

Sumber mata air zamzam berjarak sekitar 5 meter dari posisi Ka'bah yang merupakan lembah terendah di kota Mekkah. Sedangkan posisi kota Mekkah berada 5 meter diatas permukaan laut (dpl). Jarak kota Mekkah dengan Laut Merah sekitar 50 kilometer. Dengan kata lain, sumber mata air zamzam merupakan hasil proses penyulingan alami sepanjang 50 kilometer yang berada dibawah permukaan air laut. Selama proses penyulingan itu terus berlangsung, air zamzam tidak akan pernah habis.

Ketika berlangsungnya proses peresapan air laut melalui pori-pori tanah, menjadikan kadar garam hilang karena tertahan butiran pasir. Rasa asin pun menjadi tawar. Peresapan ini juga membuat bakteri dan kuman air laut mati. Disamping pengaruh suhu rata-rata dibawah permukaan tanah yang mencapai 40 derajat Celcius. Maka dari itu air zamzam tergolong paling kaya kadar mineralnya.

 Air zamzam mempunyai kandungan mineral dan unsur hara yang tinggi dibanding air biasa ataupun buatan pabrik. Perbandingannya adalah, andaikan air biasa diberi unsur-unsur mineral yang sama dengan kandungan air zamzam, dibutuhkan biaya sebesar Rp. 14.000 perliter. Biaya ini belum proses pengelolaannya.

Meningkatnya kandungan mineral dalam air minum memang tergolong mahal. Misalkan saja, untuk mendapatkan air yang layak dibutuhkan MgO (magnesium oksida) yang harganya dipasaran telah mencapai Rp. 1 Juta perkilogram.

Tingginya kandungan kalium, natrium, sodium, potassium dan magnesium dalam air zamzam punya arti penting dala membentuk pertumbuhan tubuh manusia. Contohnya, kalium yang tinggi dapat mencegah tekanan darah tinggi  dan memperlancar proses pembuangan air seni. Itulah sebabnya, air zamzam memiliki efek penyembuhan.

Meski begitu, pemurnian air zamzam dengan perangkat teknologi modern tetap dilakukan. Pemurnian ini menggunakan metode sterilisasi dan filtrasi, termasuk proses penyinaran ultraviolet. Melalui proses ini air zamzam tidak akan mengalami perubahan rasa, warna dan bau.

Adapun konsumsi rata-rata air zamzam sekitar 100 meter kubik setiap hari, kecuali pada hari jum'at yang mencapai 200 meter kubik. Sedangkan selam Ramadhan dan musim haji, penggunaan air zamzam mencapai 1000 meter kubik per hari. Terdapat 2 buah pompa air raksasa yang mampu memompa air sebanyak 60 meter kubik perjam dengan alat penyaring ukurab 50 mikro dan 25 mikro.


Renovasi Sumber Mata Air Zamzam

Pada masa pemerintahan Raja Faisal (tahun 1395 H), bangunan lama yang didalamnya terdapat sumur air zamzam diruntuhkan. Hal itu dilakukan guna memperluas areal yang ada disekitar Ka'bah. Perluasan itu selesai pada tahun 1396 H.

Pada masa Kerajaan Khalid dilakukan kembali perluasan areal disekitar Ka'bah. Perluasan areal ini melintasi jalur-jalur sumber mata air dari berbagai tempat. Hal ini beresiko bagi keberlangsungan sumur air zamzam itu sendiri. Untuk kepentingan tersebut diperlukan penelitian tentang cara penggalian yang aman sehingga tetap melindungi sumur. Tugas ini dipimpin oleh Ir. Yahya Koshak untuk meneliti sumber-sumber mata air zamzam dan saluran keluarnya.

Pada hari sabtu sore waktu setempat, tanggal 17 Jumadil Awal 1399 H, beberapa anggota tim melakukan penyelaman kedalam sumur air zamzam. Sebelumnya mereka mengambil air wudhu agar dalam keadaan suci. Pekerjaan ini belum pernah terjadi dalam sejarah.

Dari hasil penelitian diketahui, sumur air zamzam memiliki kedalamam 30,5 meter dan setinggi 17 meternya terdiri dari batuan granit. Diameter sumur tidak rata. Diketahui pula, lapisan bagian atas sumur terdiri dari lapisan dengan arah sejajar menuju Ka'bah. 

Pada saat penyelaman itu juga dilakukan pembersihan terhadap benda-benda yang pernah dijatuhkan para peziarah ke dalam sumur. Benda-benda tersebut antara lain, mata uang logam, gerabah, bejana dari tembaga, dll. Benda-benda itu dilempar para peziarah karena meyakini dengan melakukan tindakan itu akan membawa keberuntungan dan kesejahteraan.


Adab Meminum Air Zamzam

Air zamzam memiliki beberapa nama dan makna. Ibnu Abbas r.a. memberi makna: Zamzamat al Maa atau Suara Air. tetapi ada juga yang bermakna: Suara dan Kata-kata Malaikat Jibril.

Nama-nama lain: Hazmat Jibril (Gigi Jibril), Suqia Allah li Ismail (Minuman Tuhan Untuk Nabi Ismal as), barakah (air yang membawa keberkahan), nafea (Air yang Bermanfaat), awnah (Pertolongan), safeyah (Air yang Jernih), burrah (Air yang Memuaskan Dahaga), dll.

Agar air zamzam memiliki efek penyembuhan bagi yang meminumnya, ada adab (tata cara) yang perlu dilakukan. Sebagaimana Rosulullah saw. bersabda, perbedaan antara kami (orang beriman) dengan kaum munafik adalah bahwa mereka (kaum munafik) tidak dapat mengambil manfaat apapun ketika meminum air zamzam.

Ai Imam Al Fasi mengatakan, mereka yang ingin meminum air zamzam hendaknya dengan wajah menghadap Ka'bah (kiblat) dan menggunakan tangan kanan. Lalu membaca Basmallah dan menahan nafas 3 kali p-ada saat meminumnya. Setelah itu ucapkan Hamdallah dan disusul dengan doa kepada Allah SWT. Insya Allah hajat yang diinginkan terkabul.

Permasalahan Membaca Doa Qunut Dalam Sholat

Doa Qunut
Setiap orang yang mendirikan sholat disunatkan membaca doa qunut setelah i'tidal pada rakaat kedua dalam sholat fardhu Subuh. Hal itu didasarkan kepada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahih-nya dari Muhammad bin Sirin, bahwa ia berkata, "Aku berkata pada Anas bin Malik r.a., 'Apakah Rosulullah saw. qunutpada sholat Subuh?' Ia menjawab, 'Ya, sesaat setelah rukuk.'"

Diriwayatkan dari Sayyidina Anas bin Malik r.a., "Rosulullah saw. terus menerus qunut dalam sholat Subuh hingga beliau meninggal dunia.

Sayyidina Abu Hurairah r.a. juga meriwayatkan bahwa Rosulullah saw. suka qunut setelah bangkit dari rukuk rakaat kedua sholat Subuh.

Hadist yang menyatakan bahwa Rosulullah saw. qunut selama sebulan untuk mendoakan kecelakaan bagi sebagian orang Arab kemudian meninggalkannya tidak bertentangan dengan hadist-hadist diatas. Hadist yang disebutkan terakhir ini menjelaskan bahwa Rosulullah saw. berhenti melaknat kaum tersebut dalam qunut, tetapi beliau saw. tidak meninggalkan qunut sama sekali. Pahamilah!

Al-Awwam bin Hamzah berkata, "Aku pernah bertanya pada Abu Utsman an-Nahdi tentang qunut. Ia menjawab, 'Setelah rukuk.' Aku berkata, 'Dari siapa engkau mengetahui hal itu?' Ia menjawab, 'Dari Abu Bakar dan Utsman r.a.'"

Abdullah bin Ma'qil r.a. meriwayatkan, "Dua orang sahabat Rosulullah saw. yang biasa qunut dalam sholat Subuh adalah Ali r.a. dan Abu Musa r.a."

Abu Utsman an-Nahdi, "Umar bin Khaththab r.a. qunut dengan kami setelah rukuk dan mengangkat kedua tangannya sampai kelihatan ketiaknya, dan suaranya pun terdengar dari belakang masjid."

Juga diriwayatkan dari Abu Utsman an-Nahdi r.a. bahwa Umar r.a. mengangkat kedua tangannya pada qunut Subuh. Abu Raja al-Atharidi berkata, "Abdullah bin Abbas r.a. qunut pada sholat Subuh dengan kami di Bashrah."Ibn Abi Laila r.a. berkata, qunut dalam sholat Subuh merupakan tradisi yang turun temurun (sunnah madhiyah).

Berdasarkan hadist-hadist dan atsar-atsar tersebut dapat disimpulkan bahwa mengangkat tangan dalam doa qunut itu disunatkan. Adapun hukum mengusapkannya ke wajah adalah ja'iz (boleh). Tidak ada dalil yang khusus tentang mengusap tangan ke wajah dalam qunut. Tetapi mengusapkan tangan dalam berdoa secara mutlak dibolehkan, dalilnya pun ada . Jadi, meskipun dalam qunut tidak disebutkan adanya mengusap wajah, hal itu bukan berarti haram atau bid'ah. Bahkan, diriwayatkan dari Rosulullah saw. secara kuat (tsabit) adanya mengusap wajah setelah selesai berdoa. Sayyidina 'Umar nin al-Khaththab r.a. berkata, "Ketika Rosulullah menengadahkan tangannya dalam berdoa, beliau baru menurunkan tangannya setelah mengusapkan tangannya ke wajahnya.

Al-Amir ash-Shan'ani dalam kitab subul as-salam (IV:219), ketika mengomentari dan menjelaskan hadist tersebut, berkata "Hadist tersebut mengandung dalil disyariatkannya mengusapkan wajah dengan kedua tangan setelah selesai berdoa. Menurut sebuah riwayat, Allah tidak akan membiarkan tangan yang ditengadahkan itu hampa. Dia melimpahkan rahmat-Nya ketangan itu. Kemudian, tangan itu diusapkan ke wajah, supaya rahmat itu diterima oleh wajah yang merupakan anggota badan yang paling utama dan paling berhak untuk dimuliakan.

Muhammad bin Syihab az-Zuhri r.a. meriwayatkan, "Ketika berdoa. Rosullulah saw. mengangkat kedua tangannya sejajar dengan dadanya, kemudian beliau mengusapkan tangannya ke wajahnya."

Seseorang yang membaca doa qunut boleh menyebutkan nama-nama orang yang ingin didoakan baik maupun jelek. Hal ini didasarkan pada hadist Sayyidina Abu Hurairah r.a. bahwa ia berkata, " Ketika Rosullulah saw. sholat Shubuh, setelah selesai mengucapkan sami'allahu li man hamidahu rabbana wa lakalhamdu, beliau berdiri sambil mengucapkan, "Ya Allah, selamatkanlah al-Walid bin al-Walid, Salamah bin Hisyam, 'Iyyasy bin Abi Rabi'ah, dan orang-orang beriman yang lemah. Ya Allah, pedihkanlah siksaan-Mu terhadap Bani Mudhar dan jadikanlah siksaan itu atas mereka seperti bencana kemarau yang panjang yang menimpa kaum Nabi Yusuf. Ya Allah, kutuklah Lihyan, Ri'lan, Dzawan dan ashiyyah yang telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, serta laknatlah Abu al-A'war as-Silmi.

Abdulrahman bin Ma'qil r.a. mengatakan, "Aku sholat Shubuh dengan Ali r.a. dalam qunutnya ia mengatakan, "Ya Allah, Aku serahkan kepada Engkau segala urusan Mu'awiyah dan kelompoknya, Amr bin al-Ash dan kelompoknya, Abu al-Awar as-Silmi dan kelomponya, juga Abdullah bin Qais dan kelompoknya."

Jika imam membaca doa qunut, ia harus membaca kata gantinya dengan jamak (Allahummahdina...). Dan bila sholat sendirian, hendaknya membaca dengan pelan. Jika umat Islam tertimpa musibah, hendaklah mereka membaca qunut dalam setiap sholat

Al-Hasan al-Bishri-semoga Allah merahmatinya- berkata, "Jika seseorang lupa membaca qunut, hendaklah ia sujud sahwi dua kali.Diriwayatkan dari Atha, "Barangsiapa berpendapat bahwa qunut itu sunah, kemudian suatu ketika ia tidak qunut, maka hendaklah ia sujud sahwi dua kali."

Orang yang membaca qunut untuk meminta dihilangkan siksaan, bencana, atau musibah besar dari umat Islam, disunatkan membalikkan kedua telapak tangannya, sehingga punggung telapak tangannya berada diatas. hal itu didasarkan kepada hadist Sayyidina Anas bin Malik r.a. sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim-semoga Allah merahmatinya-, "Nabi Muhammad saw. memohon hujan (istisqa'). Beliau mengisyaratkan punggung telapak tangannya ke langit."


Sumber : Buku Shalat Seperti Nabi Saw - Petunjuk Pelaksanaan Shalat Sejak Takbit Hingga Salam - Hasan bin 'Ali as-Saqqaf

Shalat Yang Diperbolehkan Setelah Shalat Subuh dan Ashar

sholat
Dalam hadist 428 Bulughul Maram, kita diperbolehkan shalat setelah shalat subuh. Ini didasari pada matan hadist H.R Ahmad. 

عَنْ جَابِرِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْفَجْرَ بِمِنًى فَانْحَرَفَ فَرَأَى رَجُلَيْنِ وَرَاءَ النَّاسِ فَدَعَا بِهِمَا فَجِيءَ بِهِمَا تَرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا فَقَالَ مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا مَعَ النَّاسِ فَقَالَا قَدْ كُنَّا صَلَّيْنَا فِي الرِّحَالِ قَالَ فَلَا تَفْعَلَا إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فِي رَحْلِهِ ثُمَّ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ مَعَ الْإِمَامِ فَلْيُصَلِّهَا مَعَهُ فَإِنَّهَا لَهُ نَافِلَةٌ

Dari Jabir bin Yazid bin Al Aswad dari Bapaknya ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat fajar di Mina. Maka ketika beliau berpaling, beliau melihat dua orang laki-laki di belakang (tidak shalat). Beliau kemudian memanggil keduanya, hingga kedua laki-laki itu dibawa ke hadapan Rasulullah dalam keadaan gemetar. Beliau lalu bertanya: "Apa yang menghalangi kalian berdua untuk shalat bersama jama'ah?" kedua laki-laki itu menjawab: "Kami telah menunaikan shalat di perjalanan." Beliau bersabda: "Janganlah kalian berbuat seperti itu. Jika salah seorang dari kalian telah menunaikan shalat di perjalanannya lalu mendapati jama'ah yang sedang shalat bersama imam, maka hendaklah ia turut menunaikan shalat, karena shalat itu baginya adalah nafilah." (H.R. Ahmad).

Diriwayatkan pada hadist tersebut bahwa orang yang sudah shalat subuh boleh shalat subuh lagi, kalau ia mendapati imam yang belum shalat. Bagi orang tersebut, shalat subuh yang keduanya itu merupakan shalat sunah.

Apa yang dijelaskan pada hadist H.R Ahmad adalah merupakan Asbabul Warud yaitu asal kejadiannya, Tapi yang terpakai adalah keumuman lafazhnya yaitu "kalau kita sudah mengerjakan sesuatu shalat (tidak terbatas subuh saja), maka kita boleh atau dianjurkan mengikuti imam/jama'ah yang akan melaksanakan shalat tersebut.

Adapun hadist yang melarang shalat sesudah shalat subuh itu adalah sebagai berikut :


لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيْبَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah subuh sampai matahari tinggi dan tidak ada shalat setelah ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Al-Bukhari no. 586 dan Muslim no. 1920).

Karena tidak ada yang mengkhususkan maka larangan pada hadist diatas berlaku umum, yaitu tidak boleh shalat apa saja (wajib/sunah) setelah shalat subuh dan ashar hingga terbit matahari atau terbenam matahari.

"Shalat apa saja" yang dimaksud adalah shalat yang berbeda jenis, sebab huruf ( لا ) pada hadist diatas adalah Lam Nafihyah lil jinsi yang berfungsi menafikan jenis.

Jadi kalau seseorang shalat subuh lagi setelah shalat subuh, maka yang demikian tidak dapat dikatakan bahwa orang tersebut telah melanggar larangan, sebab shalat yang pertama dan yang kedua adalah sejenis, hanya saja yang pertama berstatus sebagai shalat fardhu/wajib dan yang kedua merupakan nafilah/sunah. Demikian pula untuk shalat-shalat yang lain.

Kesimpulan :
Antara hadist tentang diperbolehkannya shalat setelah shalat subuh (H.R Ahmad) dan hadist tentang pelarangan sholat setelah shalat subuh dan shalat ashar (HR. Al-Bukhari dan Muslim) tidak terdapat pertentangan. 

Shalat yang dilarang setelah shalat subuh dan shalat ashar adalah shalat yang berbeda jenis. Yang terjadi pada hadist HR. Ahmad adalah shalat yang sejenis.